Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) tentu tak asing lagi buat kita. Tanaman
ini mudah di dapat di berbagai daerah, dan intensif dibudidayakan di Rejang
Lebong (Bengkulu), Kuningan, Bogor, Magelang, Yogyakarta, dan Malang. Biasanya,
tanaman ini dibudidayakan di lahan bekas sawah dan digarap dalam skala bisnis.
Bahkan, agribisnis jahe telah menembus pasaran dunia.
Tapi bertanam jahe juga bukan semata
untuk kepentingan bisnis, melainkan juga untuk kebutuhan rumah tangga. Entah
itu untuk bumbu dapur, pengobatan tradisional, dibuat minuman, maupun sekedar
menambah keindahan halaman rumah. Salah satu caranya, jahe ditanam dalam pot,
kemudian diletakkan bersama tanaman hias lain.
Apa yang menarik? Tentu
karena keberadaannya justru di dalam pot. Selain itu, tumbuhnya pun tegak
merumpun. Batangnya berupa “batang semu” yang tersusun dari helaian daun dan
berbentuk ramping bulat. Penampilan daunnya menyirip berseling, berbentuk langsing
membulat dengan ujung melancip, dan berwarna hijau. Di samping itu, tanaman
jahe ternyata bisa berbunga. Bunga tersebut berupa malai yang tersembul di
permukaan tanah. Bentuk bunga seperti tongkat, atau terkadang berbentuk bulat
telur, dengan warna bunga putih kekuningan.
Jadi jelas, bertanam jahe di dalam pot
akan menambah semarak taman di halaman, di samping rimpangnya sendiri yang
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Yuk, kita coba!
SIMPAN
LEBIH DULU
Pada umumnya, jahe diperbanyak secara
vegetatif dengan memakai potongan-potongan rimpangnya. Tentu kita tak boleh
gegabah dalam memilih bibit. Ada kriteria yang sebaiknya kita penuhi, antara
lain bahan bibit bukan jahe konsumsi yang berasal dari beli di pasar, tapi
diambil langsung dari kebun, pilih tanaman yang sudah tua, sekurang-kurangnya
berumur 9 – 10 bulan dan dari tanaman yang sehat, ukuran bibit sedikitnya
memiliki tiga mata tunas, panjang 3 – 7 cm, dan berat 25 – 80 gram per potong.
Setelah bibit diperoleh, segera
bersihkan, lalu tebar dan keringanginkan selama 4 – 6 hari (minimal 4 jam per
hari). Lakukan sortir, dengan dasar bentuk, ukuran, dan warna. Sesudah
disortir, silahkan disimpan lebih dulu. Letakkan ditempat teduh (tidak langsung
terkena sinar matahari), namun kering. Bisa ditumpuk, tapi tetap memperhatikan
sirkulasi udara. Setelah disimpan selama satu bulan, selanjutnya dapat ditanam
dalam pot.
MEDIA
SEDERHANA
Sediakan media tanam berupa campuran
tanah subur, pasir, dan humus atau pupuk kandang, dengan perbandingan 1 : 1 :
1. Sediakan pula pecahan bata merah atau pecahan genteng dan ijuk yang telah
dicuci sebelumnya. Tak ketinggalan, siapkan insektisida (Furadan) dan pupuk
pabrik NPK (15 – 20 – 20) sebanyak 15 gram per pot. Kemudian, dapatkan pot dari
plastik, tanah liat, atau drum bekas. Demi keindahan, biasanya dipakai pot
plastik hitam.
Caranya, campurkan ketiga media tanam
(tanah, pasir, dan humus) dengan insektisida dan pupuk NPK. Aduk merata, lalu
masukkan ke dalam pot. Tapi, sebelum dimasukkan ke dalam pot, dasar pot sudah
diberi selapis pecahan bata merah dan ijuk. Langkah berikutnya, buatlah lubang
kecil dalam media, lalu bibit jahe ditanam dengan kedalaman 5 – 10 cm dan
posisi mata tunas berada di atas. Tutup dengan tanah tipis-tipis, dan beri
pecahan bata merah di atasnya.
Selesai bertanam, siram hingga cukup
basah, dan diulangi setiap pagi atau sore hingga tanaman jahe tumbuh subur.
Perawatan selanjutnya, tanah di dalam pot harus digemburkan supaya peredaran
udara dan air dapat berjalan dengan baik. Lakukan penggemburan 3 – 5 kali
selama umur tanaman jahe. Juga, berikan lagi pupuk NPK pada umur 2 dan 3 bulan.
Nah, sekitar umur 10 – 12 bulan, jahe dalam pot akan menampakkan tanda-tanda
antara lain warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batangnya
mengering. Itu menandakan saat rimpang jahe dipetik.
MINUMAN ALAMI BERKHASIAT
Membuat
sirup jahe merupakan alternatif usaha yang tepat. Tanpa bahan pengawet dan
pemanis buatan, dari sirup jahe dapat ditemukan sederet khasiat dasyat, seperti
mampu mengobati rematik dan encok, mencegah impoten, mengobati sakit pinggang
dan keseleo, menghilangkan pegal-pegal dan capek, mengobati sakit kepala,
batuk, bisa juga mencegah mencret dan muntah-muntah.
Cara membuatnya pun tak sulit, kok.
Silahkan ikuti langkah-langkah berikut:
1. Persiapan
sari jahe
·
Pilih rimpang jahe yang sudah tua dan tidak kisut,
lalu cuci dengan air bersih (bila perlu berulang kali).
·
Buang kulit dari rimpangnya dengan cara dikerok dengan
pisau berujung runcing. Cuci lagi agar rimpang betul-betul terbebas dari
kotoran.
·
Rimpang diparut, setelah itu remas-remas parutan jahe
tersebut. Peras dan tampung sari jahe dalam panci. Hasil akhir perasan berupa
cairan kental berwarna kuning kecokelat-cokelatan.
2. Perebusan
bumbu
·
Sediakan bumbu-bumbu berupa kayu manis, sereh, dan
garam dapur.
·
Remuk dan lembutkan semua bumbu tadi, masukkan ke
dalam panci berisi air, lalu panaskan sampai mendidih.
·
Sementara proses perebusan bumbu berlangsung, sediakan
telur, lalu pecah dan ambil putih telurnya saja, lalu kocok.
·
Tuangkan sedikit sari jahe ke dalam telur tersebut,
lalu kocok sampai merata.
·
Hasil kocokan dituangkan ke dalam sari jahe.
3. Proses
pemasakan
·
Tuangkan campuran sari jahe dan putih telur ke dalam
rebusan bumbu, dan biarkan perebusan berlangsung sampai sekitar 15 menit.
·
Saring larutan jahe dan bumbu dengan saringan tepung.
·
Ampas halus akan lolos, sedangkan ampas kasar
bertahan. Karena itu, saring kembali ampas kasar, tapi dengan menggunakan kain
saringan.
·
Larutan yang telah disaring dipanaskan lagi dan
tuangkan gula pasir ke dalamnya. Biarkan mendidih sampai gula larut dan menyatu
dalam adonan.
4. Pengemasan
·
Cuci bersih botol kemasan dan tutupnya, lalu dikukus
selama 20 menit terhitung sejak air mendidih.
·
Sebelum dimasukkan ke dalam botol, sebaiknya sirup
dipanaskan lagi hingga terdengar bunyi mendidih, baru kemudian dimasukkan ke
dalam botol. Permukaan sirup berjarak 3 – 4 cm di bawah mulut botol (atau
setiap botol berisi 630 ml).
·
Selesai pengisian, segera tutup botol-botol tersebut.
Selanjutnya, botol berisi sirup jahe direndam dalam air mendidih selama sekitar
30 menit. Setelah itu, angkat botol dan letakkan pada posisi terbalik selama
sekitar 15 menit.
SUNTI, GAJAH,
DAN EMPRIT
Penyebaran
jahe tentu tak bisa dipisahkan dari keanekaragaman tipe agroklimat di
setiap kawasan. Dengan demikian, muncul tipe-tipe jahe yang memiliki ciri dan
karakteristik sendiri-sendiri. Di Indonesia sendiri terdapat tiga klon jahe,
yakni jahe sunti, jahe gajah, dan jahe emprit.
Jahe sunti
Jahe berwarna merah sampai jingga muda
ini lebih akrab disebut jahe sunti atau sunti saja. Rimpangnya paling kecil
dibanding dua jenis jahe lain (jahe gajah dan jahe emprit). Seratnya kasar,
beraroma tajam dan rasanya sangat pedas. Kandungan minyak atsirinya sekitar
2,58 – 2,72 persen. Lebih banyak digunakan untuk industri obat-obatan. Harga
jahe sunti paling mahal dibanding dua jenis lainnya.
Jahe gajah
Di Jawa barat disebut jahe Badak dan di
Bengkulu disebut “jahe kombongan”. Sesuai namanya, jahe ini memang memiliki
rimpang paling besar dibanding klon jahe lainnya. Berwarna kuning atau kuning
muda, seratnya sedikit dan lembut. Aromanya kurang tajam dan rasanya kurang pedas.
Jahe gajah mengandung minyak atsiri sekitar 0,82 – 1,68 persen. Penggunaanya
untuk rempah-rempah, minuman, dan makanan. Dewasa ini jahe gajah dalam bentuk
asinan, atau disebut salted ginger, sangat
dibutuhkan di Jepang.
Jahe emprit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar